Minggu, 09 Juli 2023

Sejarah Tentang K.H. Busyro Syuhada dan Perguruan Silat Tapak Suci

 

Sejarah Tentang K.H. Busyro Syuhada dan Perguruan Silat Tapak Suci

Oleh: Yunda Diah Purnamasari Zuhairi

Tdak banyak yang tahu bahwa Pakde (paman) dari Bpk Busyro Muqoddas (mantan ketua KPK) mempunyai andil yang sangat besar dalam dunia persilatan Muhammadiyah dan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Tidak hanya di Muhammadiyah dan Kraton Ngayogyakarta, tapi juga negara ini.

Kita tentu belum lupa bahwa cabang olahraga Pencak Silat telah mengharumkan nama Indonesia dalam arena Asian Games 2018, dimana sebagian besar atlitnya berasal dari Perguruan Tapak Suci.

Beliau adalah K.H. R. Busyro Syuhada, seorang ulama, pendekar besar, yang juga guru spiritual dari Jenderal Soedirman.

K.H. R. Busyro Syuhada lahir di Banjarnegara pada tahun 1872 dengan nama kecil R. Ibrahim. Beliau adalah putra dari K.H. RM. Syuhada dan Nyi Mas Rara Marni.

Genealogi K.H. R. Busyro Syuhada

Dari sisi ayahnya, K.H. R. Busyro Syuhada adalah canggah (generasi ke-4) dari Pangeran Diponegoro dari putrinya yang bernama RA. Munteng/RA. Gusti/RA. Siti Fadilah/Nyai Musa, dengan urutan sbb:

  1. Pangeran Diponegoro + R.Ay. Retnodewi
  2. RA. Munteng/RA. Gusti/RA. Siti Fadilah/Nyai Musa + Kyai RM. Muhammad Musa (keturunan dari Ngabei Djanah, Adipati Banyumas)
  3. Kyai RM. Muhammad Kholifah
  4. K.H. RM. Syuhada
  5. K.H. R. Busyro Syuhada

Dari sisi ibunya, K.H. R. Busyro Syuhada adalah wareng (generasi ke-5) dari Panembahan Giri Wasiat ing Banjarnegara, dengan urutan sbb:

  1. Panembahan Giri Wasiat ing Banjarnegara
  2. Kyai Yudo Dikromo (Demang Pradikan Banjarnegara)
  3. Kyai Yudo Dikriyo (Demang Lokapacar)
  4. Kyai Kasan Munadi (Penghulu Karangkobar)
  5. Nyi Mas Rara Marni
  6. K.H. R. Busyro Syuhada

Sebagai putra dari seorang Kyai Pendekar, sejak kecil R. Ibrahim menerima ilmu pencak dari ayahnya.

Ibrahim pun tumbuh menjadi Pendekar yang menguasai pencak ragawi dan batin / inti dan sekaligus Ulama yang menguasai banyak ilmu. Setelah dewasa dan sepulang dari Makkah, kemudian R. Ibrahim berganti nama menjadi Busyro Syuhada.

 

Pada awalnya K.H. Busyro Syuhada mempunyai 3 murid, yaitu :

– Achyat ( adik misan ), yang kemudian dikenal dengan K.H. Burhan

– M. Yasin ( adik kandung ), yang dikenal dengan K.H. Abu Amar Syuhada

– Soedirman, yang dikemudian hari mencapai pangkat Jenderal dan pendiri Tentara Nasional Indonesia, bahkan bergelar Panglima Besar Soedirman.

Pada tahun 1921 K.H. Busyro Syuhada dan K.H. Burhan merantau dari Banjarnegara ke Ngayogyakarta. Di Ngayogyakarta, mereka berdua bertemu dengan kakak beradik Ahmad Dimyati dan Muhammad Wahib. Dalam kesempatan itu terjadilah adu ilmu pencak antara Muhammad Wahib dan K.H. Burhan, serta Ahmad Dimyati dan K.H. Busyro Syuhada. Dalam adu ilmu tersebut kakak beradik Ahmad Dimyati dan Muhammad Wahib mengalami kekalahan. Kemudian Ahmad Dimyati dan Muhammad Wahib dengan pengakuan yang tulus mengangkat K.H. Busyro Syuhada sebagai guru dan mewarisi ilmu pencak dari K.H. Busyro Syuhada.

Sejak saat itu, K.H. Busyro Syuhada pun kemudian menetap di Kauman, Yogyakarta.

Sementara itu, untuk menelusuri jejak gurunya, Ahmad Dimyati pun mengembara ke barat, sedangkan Muhammad Wahib mengembara ke timur sampai ke Madura untuk menjalani adu kaweruh (uji ilmu).

Sebagai pewaris ilmu Banjaran, Muhammad Wahib mewarisi sifat-sifat gurunya, K.H. Busyro Syuhada, yang bersifat keras, tidak kenal kompromi, suka adu kaweruh. Oleh karenanya nama Muhammad Wahib pun lebih menonjol daripada Ahmad Dimyati.

Sebaliknya dengan Ahmad Dimyati, yang banyak dikatakan sebenarnya ilmunya lebih tangguh daripada adiknya, Muhammad Wahib. Namun karena pendiam dan tertutup maka tidak banyak kejadian-kejadian yang dialami olehnya. Demikian pula dengan K.H. Burhan yang mempunyai sifat dan pembawaan sama dengan Ahmad Dimyati.

K.H. Busyro Syuhada juga pernah menjadi guru pencak untuk kalangan bangsawan dan keluarga Kraton Ngayogyakarta. Salah satu di antara muridnya adalah R.M. Harimurti, seorang pangeran kraton, yang dikemudian hari beberapa muridnya mendirikan perguruan-perguruan pencak silat yang beraliran Harimurti.

Kauman, Seranoman, dan Kasegu

Pendekar Besar K.H. Busyro Syuhada memberi wewenang kepada pendekar binaannya, Ahmad Dimyati dan Muhammad Wahib untuk membuka perguruan dan menerima murid.

Perguruan baru yang didirikan oleh Ahmad Dimyati dan Muhammad Wahib pada tahun 1925 itu diberi nama Perguruan “Kauman”, yang beraliran Banjaran.

Perguruan “Kauman” mempunyai peraturan bahwa murid yang telah selesai menjalani pendidikan dan mampu mengembangkan ilmu pencak silat, maka akan diberikan kuasa untuk menerima murid.

Adalah M. Syamsuddin yang menjadi murid kepercayaan Pendekar Besar M. Wahib, yang kemudian diangkat sebagai pembantu utama, dan kemudian diizinkan menerima murid. M. Syamsuddin kemudian mendirikan perguruan baru yang bernama “Seranoman”.

Perguruan “Kauman” kemudian menetapkan dalam setiap menerima siswa baru, bahwa setelah siswa tadi lulus maka akan menjadi murid di “Seranoman”.

Dari Perguruan “Seranoman” ini lahir pendekar muda Moh. Zahid, yang juga lulus menjalani pendidikan di perguruan “Kauman”. Moh. Zahid yang menjadi murid angkatan ketiga (3) bahkan berhasil pula mengembangkan pencak silat yang berintikan kecepatan; kegesitan, dan ketajaman gerak. Tetapi murid ketiga ini pada tahun 1948, wafat pada usia yang masih sangat muda.

Moh. Zahid tidak sempat mendirikan perguruan baru, tetapi ia berhasil melahirkan murid, yaitu Moh. Barie lrsjad.

Pendekar Besar K.H. Busyro Syuhada berpulang ke Rahmatullah pada bulan Ramadhan 1942. Pendekar Besar K.H. Busyro Syuhada bahkan tidak sempat menyaksikan datangnya perwira Jepang, Makino, yang pada tahun 1943 mengadu ilmu beladirinya dengan pencak silat Banjaran andalannya. Dalam adu ilmu itu Makino kalah, dan mengakui kekurangannya, serta menyatakan bersedia menjadi murid Perguruan “Kauman”, sekaligus menyatakan masuk Islam, dan kemudian berganti nama menjadi Omar Makino.

Pada tahun 1948 Pendekar Besar K.H. Burhan gugur bersama dengan 20 muridnya dalam pertempuran dengan tentara Belanda di barat kota Yogyakarta.

Kehilangan para pesilat besarnya menjadikan perguruan “Kauman” untuk beberapa saat berhenti kegiatannya dan tidak menampakkan akan muncul lagi pendekar-pendekar baru. Pendekar Moh. Barie lrsjad sebagai murid angkatan keenam (6) yang dinyatakan lulus dari tempaan ujian Pendekar M. Zahid, M. Syamsuddin, M. Wahib dan A. Dimyati kemudian dalam perkembangan berikutnya mendirikan perguruan “Kasegu”.

Kalau perguruan-perguruan sebelumnya diberi nama sesuai dengan tempatnya, maka Perguruan “Kasegu” diberikan nama sesuai dengan senjata yang diciptakan oleh Pendekar Moh. Barie Irsjad.

Lahirnya Tapak Suci

Moh. Barie lrsjad akhirnya mengeluarkan gagasan agar semua aliran Banjaran yang sudah berkembang dan terpecah-pecah dalam berbagai perguruan, disatukan kembali ke wadah tunggal. Pendekar Besar M. Wahib pun merestui berdirinya satu Perguruan yang menyatukan seluruh perguruan di Kauman tsb. Restu diberikan dengan pengertian Perguruan ini nanti adalah menjadi kelanjutan dari Perguruan “Kauman” yang didirikan pada tahun 1925 yang berkedudukan di Kauman.

Pendekar M. Wahib kemudian mengutus 3 orang muridnya, dan M. Syamsuddin mengirim 2 orang muridnya untuk bergabung. Sementara Pendekar M. Barie Irsjad bersama sembilan anak murid menyiapkan segala sesuatunya untuk mendirikan Perguruan.

Dasar-dasar perguruan pun kemudian dirancang oleh Moh. Barie lrsjad, Moh. Rustam Djundab dan Moh. Djakfal Kusuma. Kemudian mereka menentukan nama perguruan mereka yaitu Perguruan“Tapak Suci”.

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dikonsep oleh Moh Rustam Djundab. Do’a dan lkrar disusun oleh H. Djarnawi Hadikusuma (putra Ki Bagus Hadikusuma). Lambang Perguruan diciptakan oleh Moh. Fahmie Ishom (cucu KHA Dahlan). Lambang Anggota diciptakan oleh Suharto Sujak (putra KH. M. Sudjak, murid KHA Dahlan). Lambang Regu Inti “Kosegu” diciptakan Adjib Hamzah. Sedang bentuk dan warna pakaian dibuat o!eh Moh. Zundar Wiesman dan Anis Susanto.

Dan pada tanggal 31 Juli 1963 lahirlah Perguruan Seni Beladiri Indonesia Tapak Suci

Ditulis dan dirangkai dari berbagai Sumber Oleh Yunda Diah Purnamasari Zuhair, Cicit KHA Dahlan