Sabtu, 02 Januari 2016

PENCAK SILAT DALAM KAJIAN ISLAM & BUDAYA BEROLAH RAGA

PENCAK SILAT DALAM KAJIAN ISLAM & BUDAYA BEROLAH RAGA

Dalam dinamika masyarakat Indonesia yang pluaralistik di tengah arus transformasi sosial budaya, muncul fenomena yang menarik dalam kehidupan umat Islam di Indonesia. Di satu pihak terlihat sebagian umat Islam yang seolah-olah mengabaikan ajaran agama demi mengejar kesenangan duniawi, namun di pihak lain berkembang pula kesadaran beragama umat Islam yang ditandai antara lain makin semaraknya umat Islam dalam mengamalkan syari’at Islam. 

Salah satu dari keinginan umat Islam untuk mengamalkan syari’at agamanya itu adalah dalam hal berolah raga. Di berbagai forum pengajian, dialog, atau diskusi agama Islam terlihat makin kuatnya keinginan umat Islam untuk dapat menjalankan berbagai aktivitas olah raga dengan tetap menaati syari’at Islam. Karena, kini kesadaran berolah raga di kalangan masyarakat termasuk umat Islam makin menguat.

Sejalan dengan hal itu, pendidikan yang mampu melahirkan anak shalih adalah pendidikan yang terpadu dan selaras, yakni yang mempertimbangkan seluruh aspek yang ada dalam diri manusia: hati, akal, dan fisik. Artinya, pendidikan anak dilakukan secara komprehensif, tidak hanya pembinaan mental dengan iman dan amal shalih, serta akhlak mulia, atau hanya pembinaan akalnya agar cerdas, melainkan juga pembinaan jasmaninya agar sehat. 

Masing-masing aspek tersebut –akal, hati, dan fisik-- tidak dapat berdiri sendiri. Ketiganya harus harmonis dan seimbang. Sebab, mengutamakan pembinaan fisik dengan mengabaikan akal dan hati akan melahirkan manusia hayawaani. Mengutamakan pikiran saja akan melahirkan manusia syaithaani. Sedangkan mengutamakan hati semata tentu tidak realistik, karena manusia bukanlah Malaikat. 

Pendidikan yang selaras, harmonis, dan utuh seperti di atas diistilahkan oleh para ahli dengan tarbiyah mutakaamilah. Pendidikan yang harmonis dan utuh itu menurut Abdullah Naashih ‘Ulwaan (dalam Ilyas, 1999: 178) dalam bukunya Tarbiyah al-Aulaad fi al-Islaam mencakup pendidikan iman, akhlak, jasmani, akal, jiwa, kemasyarakatan, dan 

seks (at-tarbiyyah al-iimaniiyah, al-khuluuqiyah,al-jismiyah, al-‘aqliyyah, an-nafsiyyah, al-ijtimaa’iyyah, dan al-jinsiyyah). 

Jadi, salah satunya yang harus disosialisasikan dan ditanamkan dalam pendidikan umat Islam adalah aktivitas berolah raga. Permasalahannya adalah bagaimana kita dapat berolah raga untuk menjaga kesehatan dan merawat kebugaran tubuh dengan tetap mengikuti syari’at Islam? 

1. Pendidikan Jasmani dalam Islam

Dalam konteks pendidikan secara komprehensif, pendidikan jasmani atau berolah raga harus pula mendapat porsi yang seimbang di samping pendidikan iman, akhlak, akal, jiwa/ mental, dan pendidikan seks. Dalam konteks ini Rasulullah saw. bersabda: 

“Ajarkanlah anak kalian dengan berenang dan memanah, dan kepada anak perempuan dengan menenun (menjahit)” (H.R. Imam Bukhari). 

Hadits ini secara tekstual atau harfiah hanya memerintahkan kita untuk (berolah raga) ‘berenang dan memanah’. Namun, secara semiotik ‘berenang dan memanah’ semestinya harus dipahami sebagai simbol yang mengandung makna (sign) berolah raga secara luas, baik olah raga yang bersifat umum untuk menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh seperti berlari, senam, tenis lapangan, basket bal, dan sebagainya, maupun olah raga yang mengandung unsur bela diri seperti  PENCAK SILAT  yang merupakan warisan budaya bangsa INDONESIA atau beladiri sejenis, seperti karate, tinju, gulat, tae kwon do, dan sebagainya.

Di pihak lain pentingnya olah raga bagi manusia ini telah melahirkan slogan dalam masyarakat seperti: “Tiada hari tanpa olah raga”. Bahkan, dalam rangka mendorong masyarakat berolah raga pemerintah –zaman Orde Baru-- mencanangkan slogan (meskipun terkesan bombastis): ”Mengolahragakan masyarakat dan memasyarakatkan olah raga”. 

Berikut akan dipaparkan secara singkat seputar pentingnya olah raga bagi manusia, terlebih utamanya bagi para remaja. Juga akan kemukakan olah raga pada zaman Rasulullajh saw. dan akan dikaji pula olah raga yang sejalan dengan etika Islam. 

2. Olah Raga Menunjang SDI Berkualitas: Sebuah Fakta Empiris

Pembinaan jasmani dengan berolah raga secara rutin dan teratur--di samping pendidikan intelektual (akal), pembinaan mental (hati), bermasyarakat (sosial), dan pendidikan seks (biologi/ genetika)-- bagi remaja atau siapa pun itu sangat penting untuk kesehatan. Olah raga memiliki banyak manfaat dan multifungsi, antara lain untuk menjaga kesehatan, upaya mencegah datangnya penyakit, menambah kebugaran dan kesegaran tubuh, memperindah tubuh, penyegaran mental (refreshing), dan sebagainya. 

Sebagai ilustrasi mengenai betapa pentingnya olah raga ini bagi remaja, terlebih pelajar/ mahasiswa, akan dikemukakan sekilas kisah. Suatu hari, Imam Ghazali sedang mengajar para siswanya di kelas. Tiba-tiba muncullah seorang siswanya yang datang terlambat. Imam Ghazali bertanya kepada siswanya tadi: “Mengapa kamu terlambat datang?” Jawab siswa itu: “Saya tadi baru saja menyaksikan lomba renang.” Imam Ghazali bertanya lagi: “Siapa juaranya?” Siswa tadi menjawab, “Pemuda dari Yahudi.” Mendengar jawaban siswanya itu, Al-Ghazali lalu memerintahkan kepada semua siswanya untuk belajar renang, sementara pelajaran hari itu diakhiri, untuk memberikan kesempatan kepada siswanya berolah raga renang.

Sejalan dengan itu hasil pengamatan membuktikan, bahwa olah raga mampu membuat pelakunya relatif sehat jasmaniahnya, yang lazimnya berimplikasipada kesehatan mental/ jiwanya. Terlebih jika olah raga telah dilakukan orang sejak dini (sejak kecil, minimal sejak remaja/ anak baru gedhe/ ABG) akan bagus sekali dampaknya bagi kesehatan jasmani pada usia tuanya. Realitas menunjukkan, bahwa mereka yang sejak masa kecil atau remaja aktif berolah raga, misalnya: sepak bola, badminton, tenis lapangan, senam aerobic, dan sebagainya, maka pada masa tuanya kondisi fisiknya relatif sehat wal ‘afiyat, terlihat segar meskipun usianya sudah lebih dari 60 tahun. Artinya, usia fisiknya terkesan lebih muda daripada usia kronologisnya (yang sebenarnya). Jadi, mereka, yang berolah raga secara rutin, terkesan awet muda. 

Para petani di pedesaan juga sudah menunjukkan realitas ini. Mereka yang setiap harinya “berolah raga” dengan ‘mencangkul/ menggarap sawah/ ladang’, kondisi fisiknya relatif prima, badannya tegap dan kokoh meskipun usianya sudah baya, jarang terkena penyakit yang serius seperti jantung, ginjal, darah tinggi, dan lain-lain. Bahkan, jika olah raga dilakukan dengan teratur dan penuh disiplin dapat membuat relatif awet muda (setidaknya banyak contoh yang menunjukkan demikian). Hal ini dapat dipahami, mengingat bahwa orang yang gemar berolah raga peredaran darahnya menjadi lebih lancar, metabolisme tubuh menjadi bagus, karena jalan darah lebih longgar (jika menyempit maka dapat berakibat fatal). 

Pendek kata, olah raga mampu membuat pelakunya relatif sehat jasmaninya dan pada gilirannya dapat mencegah datangnya penyakit-penyakit yang sering melanda masyarakat modern seperti: penyakit jantung, tekanan darah tinggi, asam urat, ginjal, dan sebagainya. Dan, pada gilirannya jasmani sehat membuat mental kita juga sehat sehingga pikiran dan segenap kemampuan kita dapat dikerahkan secara optimal. Tentu saja di sini kesehatan mental (rohani) juga harus diperhatikan. Sebab, jika sehat jasmani saja sementara mental rusak, maka justru sering menimbulkan kerusakan dan kejahatan dalam masyarakat. Dengan kata lain, kesehatan jasmani dan rohani harus berjalan seimbang di samping kesehatan intelektual. 

Jika demikian, maka kita akan dapat bekerja dan/ atau berkarya secara optimal dengan menghasilkan karya unggulan. Bukankah ada peribahasa dalam bahasa Arab: “Al-aqlus saliimu fil jismis saliimi”, atau dalam bahasa Latin “Men sana in corpore sano” yang berarti: “Akal yang sehat terletak pada badan yang sehat”.

Jadi, olah raga sangat mendukung terhadap upaya pengembangan sumber daya insani (SDI) yang berkualitas. Tanpa badan yang sehat niscaya tidak mungkin seseorang dapat bekerja secara optimal untuk menghasilkan karya yang besar pula. 

3. Olah Raga: Refleksi Syukur

Anugrah Allah Swt. yang diberikan kepada manusia tidak terhitung banyaknya. Salah satunya yang tiada ternilai adalah nikmat sehat. Dapat dibayangkan betapa menyesalnya seseorang jika dia memperoleh limpahan nikmat berupa ilmu yang tinggi, kedudukan/ tahta yang tinggi, kekayaan yang melimpah, istri cantik nan seksi, anak-anak pandai dan shalih, sehingga menjadi orang yang terhormat, namun dia menderita sakit. Bagaimana mungkin dia dapat menikmati semua nikmat tadi. Oleh karena itu, kesehatan merupakan sesuatu yang vital bagi manusia.dan karenanya wajib kita syukuri. 

Mengingat betapa vitalnya kesehatan bagi kita, maka sebagai refleksi rasa syukur kita kepada Allah atas nikmat sehat itu maka selayaknya kita menjaga kesehatan dan merawat kebugaran dan keindahan tubuh yang diberikan Allah kepada kita itu dengan berolah raga. Dengan berolah raga maka metabolisme tubuh akan bagus, darah dapat berjalan lancar, syaraf-syarat menjadi kendor. Demikian juga kelelahan mental, rasa jenuh, stress, beban pikiran, dan lain-lain juga dapat dieliminasi setidaknya dikurangi dengan berolah raga. Sehingga, olah raga juga dapat kita jadikan sebagai media refreshing bagi fisik dan mental kita.

Di sisi lain, sebenarnya secara simbolik atau tidak langsung Allah telah mengajari kita berolah raga untuk menjaga kesehatan melalui ibadah shalat dan haji. Jika kita cermati sebenarnya shalat merupakan ibadah yang sekaligus menggambarkan gerakan-gerakan olah raga --dalam hal ini senam-- yang sistematis. Dimulai dengan gerakan tangan diangkat ke atas (takbiratul ihram), lalu gerakan membungkukkan badan (ruku’), kembali berdiri tegak (i’tidal). Setelah itu dilanjutkan dengan gerakan membungkukkan badan lebih dalam dengan menekuk lutut dan tangan (sujud pertama), kemudian gerakan menduduki lutut dan menekuk kaki (duduk antara dua sujud) dan kembali membungkukkan badan lebih dalam dengan menekuk lutut dan tangan (sujud kedua). Usai gerakan-gerakan tadi pada raka’at pertama, kemudian berdiri lagi untuk melanjutkan dengan raka’at kedua dari berdiri hingga sujud kedua. Setelah itu diakhiri dengan gerakan menduduki lutut dan menekuk kaki cukup lama (tasyahud), kemudian memutar leher ke kanan dan ke kiri (salam). 

Begitu sistematisnya gerakan shalat itu sebagai sebuah struktur gerak yang demikian runtut untuk menggerakkan seluruh anggota badan dari tangan, kaki, kepala, leher, hingga punggung. Bahkan, dilihat dari jumlah raka’atnya pun shalat dilakukan dengan jumlah raka’at yang berbeda-beda sesuai dengan kesiapan fisik dan mental serta saatnya yang proporsional. Misalnya: shalat Shubuh –saat fajar menyingsing ketika orang baru bangun tidur-- cukup dua raka’at, Zhuhur (siang) empat raka’at, lalu ‘Ashar (sore) empat raka’at, Maghrib (senja) tiga raka’at, dan ‘Isya’ (malam) dengan empat raka’at. Demikian proporsional jumlah raka’at shalat itu sesuai dengan saat-saat aktivitas manusia dalam mengarungi kehidupan. Mengapa shalat Shubuh tidak empat raka’at? Inilah Mahabijaksananya Allah swt.

Demikian pula ibadah haji yang dilaksanakan dengan berbagai rukunnya yang menuntut gerakan badan dan stamina fisik yang prima. Artinya, dalam ibadah haji sarat dengan olah raga juga. Misalnya: mengitari Ka’bah (thawaf), lalu berjalan/ berlari-lari kecil antara Shafa dan Marwa (sa’i), kemudian melempar jumrah (jumrah ula dan ukhra), dan berkemah di padang Arafah (wukuf). Terlebih lagi semua rukun haji terebut dilaksanakan di tengah lautan manusia yang berjumlah jutaan. Tentu saja semua itu memerlukan kesehatan fisik yang prima. 

Layaklah jika kesehatan kita jaga dan kita rawat kebugaran dan keindahan tubuh sebagai formulasi, wujud rasa syukur kita kerpada Allah yang memberikan kesehatan kepada kita.

4. Penutup

Demikianlah beberapa hal mengenai budaya berolah raga dalam pandangan Islam. Islam sangat menghargai orang yang merawat kesehatan dan menjaga kebugaran tubuh, karena badan yang sehat akan mampu membuat seseortang menjadi lebih produktif. Sebaliknya, orang yang jarang berolah raga akan mudah terkena penyakit.

Rasulullah Muhammad Saw. ternyata penggemar olah raga. Beliau pernah berlomba lari dengan istri tercintanya, Siti Aisyah. Bahkan, beliau pernah bergulat dengan seorang pemuda yang kuat dari kabilah lain di jazirah Arab. Jika Rasulullah Saw. saja gemar berolah raga, mengapa kita tidak?

Saudara/i Ku, Tentunya ini akan memotivasi Kita semua sebagai pewaris Perguruan Seni Beladiri Indonesia Tapak Suci Putera Muhammadiyah, semoga semangat untuk berjuang fisabilillah dan menjadikan kegiatan kita sebagai sarana membina diri kepribadian yang berahlaqulkarimah, dalam rangka meraih ridho ALLAH SWT.....

by Ali Imron Al ma'ruf ( Dosen UNY)
Daftar Pustaka
Djatnika, Rachmat. 1985. Sistem Ethika Islami (Akhlak Mulia).Surabaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar